Skenario Hubungan Amerika Serikat-Tiongkok dan Proyeksi Kebijakan Indonesia 2045

CIReS-LPPSP FISIP Universitas Indonesia, LAB 45 Monograf Minggu, 05 Desember 2021
img

Dinamika lingkungan strategis, di mana Indonesia berupaya mewujudkan kepentingan nasionalnya, sangat dipengaruhi oleh interaksi negara besar, khususnya Amerika Serikat dan Tiongkok. Penelitian ini mengidentifikasi empat skenario bentuk interaksi hegemonik AS- Tiongkok hingga 2045: perang, damai, kompetisi, dan rivalitas. Kemungkinan relatif skenario ditentukan oleh nilai dua kelompok variabel struktural, yaitu perimbangan kekuatan dan saling ketergantungan (interdependensi), serta variabel agen berupa politik domestik. Secara statistik, penelitian ini tidak menemukan indikator tunggal yang bisa memprediksi arah hubungan hegemonik AS-Tiongkok. Akan tetapi, analisis kualitatif yang dilakukan mengarah kepada kesimpulan bahwa kepentingan nasional Indonesia akan lebih mungkin tercapai ketika hubungan AS-Tiongkok bersifat kompetisi. Kehadiran kekuatan-kekuatan besar yang saling mengimbangi satu sama lain dan berkompetisi secara intensif namun kondusif akan menciptakan stabilitas, memperluas ruang gerak diplomatik Indonesia, dan menawarkan kesempatan bagi Indonesia untuk memperoleh konsesi dari seluruh pihak. Kompetisi ditandai oleh penyempitan kesenjangan kekuatan antara AS dan Tiongkok, baik ekonomi maupun militer, pola aliansi yang semakin kaku, menguatnya intergovernmentalisme, tingkat saling ketergantungan yang tetap terjaga meskipun terjadi pemisahan (decoupling) di beberapa sektor, serta menguatnya nasionalisme di tataran domestik. Untuk dapat ikut mendorong tercipta dan terjaganya skenario tersebut, penelitian ini menawarkan empat rekomendasi kebijakan: (i) Indonesia mengadopsi kebijakan luar negeri yang lebih berorientasi ke luar (outward-looking) dengan menekankan pada proyeksi kekuatan politik, ekonomi, dan militer; (ii) Indonesia memperkuat multilateralisme melalui Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) maupun mekanisme internasional, kawasan, dan sub- kawasan lainnya; (iii) Indonesia memperkuat tata kelola keamanan maritim secara internal dan memperkuat norma maritim internasional; (iv) Indonesia memperkuat politik luar negeri yang perumusannya “bebas” dari intervensi dan “aktif” dalam ikut membentuk lingkungan strategis melalui proyeksi kekuatan material dan normatif.