Autarki atau kemandirian telah lama menjadi ambisi industri pertahanan Indonesia. Berbagai upaya telah dilakukan guna mencapai ambisi tersebut, termasuk pembentukan Komite Kebijakan Industri Pertahanan pada tahun 2010, pengesahan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan, serta Undang- Undang Cipta Kerja yang melengkapi dengan tujuan untuk meningkatkan keterlibatan sektor swasta di dalam produksi senjata nasional.
Tulisan ini terlebih dahulu mencoba memetakan posisi dan kemampuan industri pertahanan Indonesia secara global. Pemetaan dilakukan terhadap kapabilitas dan evolusi dari industri pertahanan nasional dengan mempelajari studi kasus dari tiga industri utama, yakni PT Pindad, PT. PAL, dan PT. Dirgantara Indonesia. Untuk itu, fokus pembahasan terletak pada: 1) Produk utama, baik pada kemampuan produksi alutsista maupun pengguna produk; 2) Kerja sama internasional dan strategi pemasaran; serta 3) Strategi dual use atau dwifungsi dari ketiga industri pertahanan nasional yang dikaji. Kerangka industri pertahanan milik Bitzinger menjadi dasar analisis dengan mempertimbangkan: 1) Nilai strategis dari produk pertahanan; 2) Performa produk sebagai indikator pengukur kapabilitas dan kapasitas produk pertahanan buatan mandiri, terutama dari segi kecanggihan teknologi; 3) Biaya produksi yang mampu mendorong suatu negara untuk terus mengembangkan produk pertahanan secara mandiri; 4) Daya ekspor dan potensi pendapatan dari produk pertahanan; 5) Ketersediaan alternatif produk asing yang bersaing; serta 6) Biaya dari produk alternatif asing tersebut.
Temuan dari tulisan ini juga menunjukkan bagaimana Indonesia menghadapi tantangan di seluruh variabel penyusun ekosistem inovasi pertahanan, yakni ekonomi, birokratik dan politik, serta institusional. Berdasarkan beragam tantangan tersebut, sebuah skenario peta jalan disusun untuk melakukan optimasi industri pertahanan nasional dengan mempertimbangkan tiga skenario, yaitu: 1) Terbaik, keadaan dengan anggaran pertahanan mencapai 300 triliun Rupiah untuk mendorong tata kelola ekonomi pertahanan Indonesia yang progresif dan akuntabel seiring dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) seperti melalui skema beasiswa; 2) Menengah, situasi saat kenaikan anggaran terjadi dengan diiringi hanya satu dari dua variabel ekosistem lainnya yang terpenuhi; 3) Terburuk, kondisi ketika suntikan dana mampu meningkatkan kapabilitas secara umum meskipun tidak secara tepat sasaran dan tidak berbarengan dengan perbaikan di faktor lainnya. Penyebab kemunculan ketiga skenario tersebut turut dielaborasikan beserta rekomendasi dan antisipasi guna mencegah kemunduran secara lebih lanjut.