Indonesia adalah salah satu negara yang paling terdampak perubahan iklim di dunia. Bentuknya yang berupa gugusan kepulauan di wilayah tropis membuat Indonesia terancam akan mengalami lebih banyak bencana seperti banjir dan pasang air laut. Selain itu, luas wilayah Indonesia juga bisa tereduksi oleh perubahan iklim karena kenaikan muka air laut yang menenggelamkan pulau-pulau. Maka dari itu, upaya untuk mengatasi dampak perubahan iklim memiliki urgensi tinggi bagi kita.
Upaya tersebut dapat dilakukan dengan menyongsong transisi menuju ekonomi yang lebih berkelanjutan dan bersahabat dengan alam. Dengan kata lain, transisi hijau adalah sesuatu yang mutlak untuk dilakukan. Pertanyaannya kini adalah bagaimana cara untuk melakukan transisi hijau tersebut? Menjawab pertanyaan ini memerlukan kontekstualisasi dalam level nasional, khususnya dari cara negara tersebut membangkitkan energinya. Tanpa transisi energi yang konkret, maka ekonomi hijau akan menjadi retorika kosong semata.
Dalam kasus Indonesia, menyongsong transisi hijau dapat dilakukan dengan membangun pumped storage sebagai sebuah megaproyek untuk mengintegrasikan pembangkitan energi terbarukan dalam sistem ketenagalistrikan di Indonesia. Ada tiga alasan utama yang melandasi pilihan terhadap pumped storage: Masa pakai lama serta biaya pengoperasian rendah, sehingga memiliki kelayakan ekonomi jangka panjang; Memiliki daya simpan energi paling besar yang sesuai dengan kebutuhan energi Indonesia yang besar, dan; Sesuai dengan kontur pulau-Indonesia yang didominasi perbukitan dan pegunungan. Ketiga alasan ini membuat pumped storage menjadi megaproyek yang paling layak untuk meningkatkan bauran EBT dalam cara kita membangkitkan energi.
Monograf ini menemukan bahwa pada tahun 2060, ketika Indonesia ingin mencapai net zero emission (NZE), Indonesia akan memerlukan listrik sebesar 1.553.806,62 GWh. Angka ini terdiri atas Jawa, Bali & NT (43,31%), Sumatera (29,35%), dan Sulawesi (15,05%). Kemudian, kebutuhan tersebut dipenuhi melalui simulasi dua skenario: Tanpa dan dengan supergrid NZE sebagai integrator jaringan transmisi antar pulau. Dengan integrasi lewat supergrid NZE, Indonesia diperkirakan akan mampu memproduksi listrik 20% lebih tinggi dibandingkan tanpa supergrid NZE.
Dari angka produksi tersebut, analisis lebih lanjut menemukan bahwa kapasitas pumped storage yang diperlukan Indonesia adalah sebesar 37 GW. Estimasi ini jauh lebih besar dibandingkan perkiraan serupa dari ESDM yang mendapatkan angka 4,2 GW. Akan tetapi, energi itu sudah menggambarkan estimasi kebutuhan kapasitas total Energy Storage di Indonesia di tahun 2060. Perkembangan terbaru menunjukkan bahwa total kapasitas terpasang pumped storage di Indonesia (baik yang sudah jadi maupun yang masih direncanakan) adalah 3,74 GW, yang terdiri dari Upper Cisokan (1.040 MW), Grindulu (1.000 MW), Matenggeng (943 MW), dan tersebar di Jawa Barat (760 MW). Artinya, Indonesia masih harus menambah 33,26 GW lagi hingga 2060.
Dalam membangun kapasitas pumped storage tersebut, Indonesia masih perlu menggelontorkan investasi sebesar AS$28.373,07 juta, termasuk dengan biaya lahan. Mengacu kepada contoh proyek Upper Cisokan dengan tingkat pengembalian investasi 12% dan termasuk sebagai proyek jangka panjang, maka potensi investor terbesar adalah pemerintah melalui investment arm milik pemerintah dan bank pembangunan.
Berdasarkan metode analisis Input-Output, ditemukan bahwa pembangunan pumped storage akan mampu berkontribusi pada pertambahan PDB Nasional sebesar 1,66%, menambah angkatan kerja nasional sebesar 1,84%, dan mendorong penduduk bekerja nasional sebesar 1,96%. Dalam aspek yang lain, megaproyek pumped storage akan mampu mengakselerasi transisi kita menuju ekonomi hijau yang lebih terdigitalisasi serta terkonsolidasi sebagai sebuah demokrasi. Secara domestik, pumped storage juga memiliki potensi untuk memperkuat ketahanan energi kita dari berbagai ancaman dari pembelahan geopolitik-geoekonomi terkini.
Monograf ini memberikan rekomendasi berupa dukungan finansial dan non- finansial yang dapat diberikan pemerintah untuk mendorong pembangunan pumped storage agar mampu memenuhi kebutuhan energi Indonesia. Secara finansial, pembangunan pumped storage yang layak secara ekonomi dan cenderung jangka pendek dapat ditangani oleh swasta, sementata proyek pumped storage yang tidak layak secara ekonomi dan memiliki pengembalian yang lama dapat ditangani oleh pemerintah melalui APBN. Terakhir, diperlukan sokongan non-finansial berupa mitigasi risiko-risiko dari fase konstruksi, penggenangan, dan operasional.