Pasca Kongres Nasional ke-20 Partai Komunis Tiongkok (PKT), kekuasaan politik Xi Jinping menjadi sangat terkonsolidasi. Dalam hal ini, faksionalisasi politik dalam kepemimpinan puncak, sebagaimana tercermin dalam komposisi anggota Politbiro Standing Committee dan Politbiro, menjadi tidak signifikan.
Laporan Kongres Nasional Ke-20 PKT menunjukkan bahwa terdapat penekanan pada empat hal berikut: (1) keamanan nasional, (2) persepsi ancaman eksternal, (3) kemandirian nasional, dan (4) ideologi. Temuan ini menyarankan bahwa terdapat penguatan rasa tidak aman (insecurity) di dalam tubuh partai.
Terkait kebijakan zero-Covid, Tiongkok tampak mulai mengambil langkah-langkah untuk secara bertahap melonggarkan pembatasan-pembatasan. Perlu dicatat bahwa faktor ekonomi dan politik saling berkelindan dalam urusan penanganan pandemi Covid-19 di Tiongkok. Akibatnya, akhir dari kebijakan zero-Covid masih akan memerlukan waktu yang tidak sedikit.
Dalam periode ketiga kepemimpinan Xi, pilihan-pilihan kebijakan luar negeri Tiongkok akan cenderung berkesinambungan dengan inisiatif-inisiatif yang diperkenalkan pada satu dekade sebelumnya. Hal ini demi mewujudkan ambisi besar Xi Jinping dalam menjadikan Tiongkok sebagai salah satu aktor global yang paling signifikan. Kesinambungan akan nyata dalam pilihan-pilihan kebijakan pelibatan (engagement) dengan negara-negara berkembang, kebijakan ekonomi internasional, dan pendekatan terhadap Isu Laut Tiongkok Selatan.
Namun, perlu dicatat bahwa Tiongkok akan cenderung semakin asertif dalam menghadapi tantangan-tantangan eksternal. Dalam hal ini, dunia perlu mengantisipasi tindakan-tindakan yang mengarah pada penggelaran kekuatan militer dalam merespons permasalahan Taiwan dan intensifikasi rivalitas Tiongkok-Amerika serikat, utamanya dalam bidang sains dan teknologi.
Dengan temuan-temuan di atas, kebijakan luar negeri Tiongkok dalam periode ketiga kepemimpinan Xi akan menghadirkan situasi yang rumit bagi Indonesia. Indonesia perlu mengantisipasi situasi lingkungan internasional yang semakin tidak menentu, yang utamanya dibentuk oleh dinamika persaingan strategis Tiongkok-Amerika Serikat. Di sisi lain, dalam konteks persaingannya dengan Amerika Serikat, Tiongkok akan terus berusaha untuk memperluas pengaruh geopolitiknya dengan menawarkan berbagai inisiatif-inisiatif kerja sama, termasuk dalam bidang ekonomi. Hal ini juga dapat dimanfaatkan untuk melayani kepentingan nasional Indonesia.
Selain dilandasi oleh pragmatisme ekonomi, usaha Indonesia melakukan pelibatan terhadap Tiongkok dapat pula diarahkan untuk mendorong Tiongkok agar lebih menunjukkan kepatuhan kepada hukum dan norma internasional–yang sesungguhnya adalah salah satu bagian penting dari ekspresi kebijakan luar negeri Indonesia itu sendiri.