Publikasi
![img](https://img.lab45.id/images/article/2024/12/16/284/9927test-nbspsh.jpeg)
Polemik Komoditas Gula
Produktivitas komoditas gula dalam negeri tidak dapat berkembang akibat dua hal, yaitu: (1) rendahnya upaya intensifikasi seperti mesin dari pabrik gula yang mayoritas berumur 100-184 tahun; dan (2) terbatasnya kegiatan ekstensifikasi terlihat dari ketersediaan lahan tanam tebu.
![img](https://img.lab45.id/images/article/2024/12/14/283/414wacana-kenaikan-ppn-12-nbsp-nbsp-nbsp-nbspsh.jpg)
Wacana Kenaikan PPN 12%
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Penerimaan Pajak, pada tanggal 1 Januari 2025 Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan dinaikkan menjadi 12% setelah sebelumnya naik menjadi 11% pada tahun 2022. Kajian ini menunjukkan bahwa kenaikan PPN dari 10% menjadi 11% turut menurunkan daya beli masyarakat yang tercermin melalui tren penurunan tingkat inflasi inti yang disertai stagnasi Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan Indeks Penjualan Ritel (IPR). Dengan demikian, kenaikan PPN menjadi 12% dinilai berpotensi akan semakin melemahkan daya beli masyarakat mengingat lapangan pekerjaan yang menyempit ditandai dengan gelombang PHK.
![img](https://img.lab45.id/images/article/2024/12/09/282/9558tni-dituntut-lebih-terbuka-dan-akuntabelsh.jpg)
TNI Dituntut Lebih Terbuka dan Akuntabel
MAHKAMAH Konstitusi (MK) memutuskan KPK berwewenang mengusut kasus korupsi yang melibatkan unsur sipil dan militer. Putusan MK menjadi langkah maju yang signifikan bagi KPK dalam mengusut kasus korupsi di institusi militer.
"Putusan MK yang memberikan kewenangan lebih besar kepada KPK dalam menangani kasus korupsi yang melibatkan TNI merupakan langkah maju yang signifikan. Jangan lupa, ini sesuai dengan komitmen dan perhatian Presiden Prabowo tentang pemberantasan korupsi yang kerap beliau sebutkan di berbagai kesempatan," kata Kepala Laboratorium Indonesia 2045 (Lab 45) Jaleswari Pramodhawardani kepada Media Indonesia, Kamis (5/12).
![img](https://img.lab45.id/images/article/2024/12/07/281/65wacana-kenaikan-ppn-12sh.png)
Wacana Kenaikan PPN 12%
Pantauan media atas isu Wacana Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada tanggal 1-30 November 2024 menghasilkan beberapa temuan menarik.
Di media daring, pemberitaan mulai naik pada tanggal 14 November 2024. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa kenaikan PPN sebesar 12% akan dilakukan pada awal tahun 2025. Kenaikan ini juga sudah melewati tahapan uji sosial dan ekonomi serta sudah sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Hal ini kemudian mendapatkan respons penolakan dari berbagai kalangan seperti pengusaha Mal-Ritel, Apindo, Serikat Pengusaha Muhammadiyah, dan Gaikindo. Kenaikan ini dianggap akan mempengaruhi daya beli masyarakat yang diprediksi anjlok khususnya pada kelompok kelas menengah yang semakin terjepit. Pemberitaan kemudian kembali naik karena adanya aksi di media sosial yang kembali menaikkan lambang garuda biru yang disertai dengan seruan penolakan kenaikan PPN 12%. Beberapa ekonom kemudian menyebutkan bahwa kenaikan pajak ini tidak sesuai dengan Asta Cita Presiden Prabowo dan menyarankan alternatif lain untuk menambah pemasukan negara. Salah satunya adalah penerapan pajak harta dan pajak karbon. Selain itu, DPD meminta pemerintah untuk kembali mengkaji wacana ini dan meminta masyarakat menunggu keputusan Presiden Prabowo terkait dengan wacana ini. Terakhir, Luhut B. Pandjaitan memberikan sinyal bahwa rencana kenaikan PPN 12% akan ditunda, namun Airlangga Hartarto menyatakan belum ada pembahasan soal rencana penundaan kenaikan ini. Lima tokoh yang paling banyak diberitakan adalah 1) Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto; 2) Pj. Gubernur Jawa Timur Adhy Karyono; 3) Menteri Sosial Saifullah Yusuf; 4) Presiden RI Prabowo Subianto; dan 5) Chief Economist Bank Permata Josua Pardede
Media sosial didominasi oleh sentimen negatif terhadap pemerintah dan menyuarakan isu ini dengan besaran klaster negatif (93,75%). Dari berbagai macam platform, X menjadi tempat dengan eksposur tertinggi dalam membicarakan kasus ini. Warganet mempertanyakan kredibilitas para pejabat karena merasa bahwa pejabat sembarangan dalam mengambil kebijakan. Kenaikan ini juga dipermasalahkan karena dinilai tidak sebanding dengan kinerja pemerintah dalam menyejahterakan rakyat. Beberapa kata yang paling sering muncul dalam percakapan warganet adalah (1) Kenaikan PPN, 11.988 post, (2) BPJS Kesehatan, 4.196 post (3) Asuransi Wajib Kendaraan, 4.194 post, (4) Third Party Liability, 4.194 post, dan (5) Tax Amnesty, 4.007 post, dan [6] Pengampunan Pajak, 3.509 post.
![img](https://img.lab45.id/images/article/2024/11/29/280/7908algorithmic-regimes-methods-interactions-and-politics-digital-studiessh.png)
Algorithmic Regimes: Methods, Interactions, and Politics (Digital Studies)
Algorithmic Regimes, disebut juga Rezim Algoritma, adalah suatu kondisi di mana sistem algoritma berkembang menciptakan realitas baru melalui interaksi antara manusia dan mesin dalam dunia digital. Ide ini awalnya muncul dari sifat algoritma yang fleksibel, transparan, dan dinamis, sehingga menjadi suatu solusi yang dapat digunakan untuk mendukung demokratisasi dan transparansi dalam hubungan masyarakat-pemerintah, khususnya terhadap proses pemantauan berjalannya sistem pemerintahan dalam sistem pengawasan oleh masyarakat. Akan tetapi, fungsi algoritma juga dapat digunakan oleh segelintir pihak, khususnya penguasa, untuk memanipulasi perilaku, mengintervensi, memantau, dan memanfaatkan data milik masyarakat tanpa persetujuan untuk kepentingan pemerintah.
![img](https://img.lab45.id/images/article/2024/11/08/279/9584ketidakseimbangan-global-dan-nasionalsh.jpg)
Ketidakseimbangan Global dan Nasional
Mengapa kita perlu mempersoalkan ketidakseimbangan global? Jawabannya mungkin beragam.
Dalam pandangan penulis, ada dua alasan utama. Pertama, sebagian kita mungkin berpandangan bahwa tatanan global memengaruhi kesejahteraan kita, baik di masa lalu, sekarang, maupun di masa akan datang.
![img](https://img.lab45.id/images/article/2024/10/28/278/2603harris-or-trump-economic-tightrope-for-indonesia-39-s-new-presidentsh.png)
Harris or Trump? Economic Tightrope for Indonesia's New President
Jakarta (ANTARA) - In November 2024, the United States (U.S.) citizens will elect a new leader, with the world anticipating the U.S. presidential election outcome, which will affect geopolitical dynamics, including international trade and economic cooperation, for 2025-2029.
In the short term, Indonesia's new president, Prabowo Subianto, will face challenges in capitalizing on the U.S. leadership transition to achieve his economic agenda.
![img](https://img.lab45.id/images/article/2024/09/03/277/5177reimagining-the-role-of-states-in-a-fractured-economysh.jpg)
Reimagining the role of states in a fractured economy
Jakarta (ANTARA) - In 1945, most of the world lived in poverty due to war and colonization. To avert a similar situation during the interwar period, the United States (US) and its allies designed a new international economic system that ensured economic stability and a free flow of capital and goods.
The post-war era marked the rise of the liberal economy as the primary guide to global prosperity. Despite its shortcomings, the liberal economic regime indeed delivered its promise. Over four decades, it accelerated global growth and significantly reduced poverty worldwide.
![img](https://img.lab45.id/images/article/2024/08/25/276/2479pantauan-media-aksi-massa-penolakan-ruu-pilkadash.jpg)
Pantauan Media Aksi Massa Penolakan RUU Pilkada
Selama masa pantauan 20-22 Agustus 2024, Media Daring cenderung memberitakan isu dengan sentimen negatif terhadap pemerintah namun mendukung aksi dan gerakan untuk memperjuangkan demokrasi. Pemberitaan dimulai pada tanggal 20 Agustus 2024 ketika Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan untuk mengubah ambang batas partai untuk pencalonan Pilkada menjadi 7,5% dan menolak putusan Mahkamah Agung terkait dengan perubahan syarat usia minimum calon kepala daerah yang dihitung saat pelantikan pasangan calon dan dikembalikan ke aturan semula. Spike tertinggi terjadi pada tanggal 22 Agustus 2024 ketika aksi demonstrasi dilakukan di beberapa daerah di Indonesia secara serentak. Pemberitaan juga tidak hanya dilakukan oleh media nasional namun juga media internasional yang menyoroti kekecewaan Masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan dan politik dinasti Joko Widodo. Lima tokoh yang menjadi sorotan media adalah 1) Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco; 2) Pimpinan Rapat Baleg, Achmad Baidowi; 3) Aktor Indonesia Reza Rahardian; 4) Ketua Umum Golkar, Bahlil Lahadalia; dan 5) Kapolres Metro Jaya, Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro. Kompas, Kumparan dan Tribun News menjadi tiga media nasional yang paling banyak mengangkat isu terkait aksi massa penolakan RUU Pilkada ini.
![img](https://img.lab45.id/images/article/2024/07/18/275/5493tantangan-sistem-presidensial-pasca-oktober-2024sh.jpg)
Tantangan Sistem Presidensial Pasca-Oktober 2024
Apakah penataan terhadap sistem presidensial di Indonesia diperlukan? Pertanyaan ini sejatinya penting diajukan karena dua alasan sederhana.