Publikasi Politik Media

img
Sabtu, 07 Desember 2024

Wacana Kenaikan PPN 12%

Kategori Politik Media
Author Ali Nur Alizen, Aldi Pahala Rizky, Ratu Dyah Ayu Gendiswardani, Raisuddin, Salma Salima H.N.

Pantauan media atas isu Wacana Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada tanggal 1-30 November 2024 menghasilkan beberapa temuan menarik.

Di media daring, pemberitaan mulai naik pada tanggal 14 November 2024. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa kenaikan PPN sebesar 12% akan dilakukan pada awal tahun 2025. Kenaikan ini juga sudah melewati tahapan uji sosial dan ekonomi serta sudah sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Hal ini kemudian mendapatkan respons penolakan dari berbagai kalangan seperti pengusaha Mal-Ritel, Apindo, Serikat Pengusaha Muhammadiyah, dan Gaikindo. Kenaikan ini dianggap akan mempengaruhi daya beli masyarakat yang diprediksi anjlok khususnya pada kelompok kelas menengah yang semakin terjepit. Pemberitaan kemudian kembali naik karena adanya aksi di media sosial yang kembali menaikkan lambang garuda biru yang disertai dengan seruan penolakan kenaikan PPN 12%. Beberapa ekonom kemudian menyebutkan bahwa kenaikan pajak ini tidak sesuai dengan Asta Cita Presiden Prabowo dan menyarankan alternatif lain untuk menambah pemasukan negara. Salah satunya adalah penerapan pajak harta dan pajak karbon. Selain itu, DPD meminta pemerintah untuk kembali mengkaji wacana ini dan meminta masyarakat menunggu keputusan Presiden Prabowo terkait dengan wacana ini. Terakhir, Luhut B. Pandjaitan memberikan sinyal bahwa rencana kenaikan PPN 12% akan ditunda, namun Airlangga Hartarto menyatakan belum ada pembahasan soal rencana penundaan kenaikan ini. Lima tokoh yang paling banyak diberitakan adalah 1) Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto; 2) Pj. Gubernur Jawa Timur Adhy Karyono; 3) Menteri Sosial Saifullah Yusuf; 4) Presiden RI Prabowo Subianto; dan 5) Chief Economist Bank Permata Josua Pardede

Media sosial didominasi oleh sentimen negatif terhadap pemerintah dan menyuarakan isu ini dengan besaran klaster negatif (93,75%). Dari berbagai macam platform, X menjadi tempat dengan eksposur tertinggi dalam membicarakan kasus ini. Warganet mempertanyakan kredibilitas para pejabat karena merasa bahwa pejabat sembarangan dalam mengambil kebijakan. Kenaikan ini juga dipermasalahkan karena dinilai tidak sebanding dengan kinerja pemerintah dalam menyejahterakan rakyat. Beberapa kata yang paling sering muncul dalam percakapan warganet adalah (1) Kenaikan PPN, 11.988 post, (2) BPJS Kesehatan, 4.196 post (3) Asuransi Wajib Kendaraan, 4.194 post, (4) Third Party Liability, 4.194 post, dan (5) Tax Amnesty, 4.007 post, dan [6] Pengampunan Pajak, 3.509 post.

img
Jum'at, 29 November 2024

Algorithmic Regimes: Methods, Interactions, and Politics (Digital Studies)

Kategori Politik Media
Author Yoga Susatyo

Algorithmic Regimes, disebut juga Rezim Algoritma, adalah suatu kondisi di mana sistem algoritma berkembang menciptakan realitas baru melalui interaksi antara manusia dan mesin dalam dunia digital. Ide ini awalnya muncul dari sifat algoritma yang fleksibel, transparan, dan dinamis, sehingga menjadi suatu solusi yang dapat digunakan untuk mendukung demokratisasi dan transparansi dalam hubungan masyarakat-pemerintah, khususnya terhadap proses pemantauan berjalannya sistem pemerintahan dalam sistem pengawasan oleh masyarakat. Akan tetapi, fungsi algoritma juga dapat digunakan oleh segelintir pihak, khususnya penguasa, untuk memanipulasi perilaku, mengintervensi, memantau, dan memanfaatkan data milik masyarakat tanpa persetujuan untuk kepentingan pemerintah.

img
Minggu, 25 Agustus 2024

Pantauan Media Aksi Massa Penolakan RUU Pilkada

Kategori Politik Media
Author Ratu Dyah Ayu Gendiswardani, Raisuddin, Ali Nur Alizen, Salma Salima H.N., Aldi Pahala Rizky

Selama masa pantauan 20-22 Agustus 2024, Media Daring cenderung memberitakan isu dengan sentimen negatif terhadap pemerintah namun mendukung aksi dan gerakan untuk memperjuangkan demokrasi. Pemberitaan dimulai pada tanggal 20 Agustus 2024 ketika Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan untuk mengubah ambang batas partai untuk pencalonan Pilkada menjadi 7,5% dan menolak putusan Mahkamah Agung terkait dengan perubahan syarat usia minimum calon kepala daerah yang dihitung saat pelantikan pasangan calon dan dikembalikan ke aturan semula. Spike tertinggi terjadi pada tanggal 22 Agustus 2024 ketika aksi demonstrasi dilakukan di beberapa daerah di Indonesia secara serentak. Pemberitaan juga tidak hanya dilakukan oleh media nasional namun juga media internasional yang menyoroti kekecewaan Masyarakat Indonesia terhadap pemerintahan dan politik dinasti Joko Widodo. Lima tokoh yang menjadi sorotan media adalah 1) Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco; 2) Pimpinan Rapat Baleg, Achmad Baidowi; 3) Aktor Indonesia Reza Rahardian; 4) Ketua Umum Golkar, Bahlil Lahadalia; dan 5) Kapolres Metro Jaya, Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro. Kompas, Kumparan dan Tribun News menjadi tiga media nasional yang paling banyak mengangkat isu terkait aksi massa penolakan RUU Pilkada ini.

img
Kamis, 04 Juli 2024

From "FYP" to Ballot Box TikTok ad Indonesia's 2024 General Elections

Kategori Politik Media
Author Ali Nur Alizen, Adhi Priamarizki, Ratu Dyah Ayu Gendiswardani, Salma Salima H.N., Rafi Alif Muhammad Akbar

TikTok played an integral role in Indonesia’s 2024 general elections as a channel for politicians and political parties to distribute information. The platform also provided an opportunity for image rebranding and served as an arena for an information battle. TikTok’s unique algorithm allows non-official accounts, and even those with small numbers of followers, to create viral content and deliver it to a wider audience beyond a particular account’s own followers. This was also the case with viral content on TikTok during Indonesia’s 2024 general elections, with official accounts not always being the sole initiator of the spread of such content. Owing to this feature, TikTok is able to help political figures reach audiences beyond their original constituents. TikTok has a first-mover advantage by creating a strong social media content loop, which can also easily lead to acceptance of post-truth information. The combination of this advantage and TikTok’s video-based nature has established the social media platform as an effective tool to exploit its users’ emotions.

img
Senin, 29 April 2024

Pantauan Media Putusan Mahkamah Konstitusi atas Gugatan Sengketa Pilpres 2024

Kategori Politik Media
Author Ali Nur Alizen, Ratu Dyah Ayu Gendiswardani, Salma Salima H.N.

Pantauan media atas isu Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilihan Presiden 2024 yang dilakukan pada tanggal 22 April 2024, ditemukan beberapa temuan menarik di media. Di media daring, eksposur naik pada pukul 09.00 sejak sidang dimulai hingga pukul 17.00. isu terbanyak yang naik adalah terkait dengan penolakan seluruh gugatan yang dilayangkan oleh kubu Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud, dissenting opinion tiga hakim MK terhadap putusan MK, dan poin-poin penolakan gugatan seperti pernyataan MK yang sebut tidak ada hubungan antara pemberian bansos dengan kenaikan suara yang didapatkan oleh salah satu paslon dan tidak terbuktinya tindakan cawe-cawe presiden dalam Pemilu 2024. Lima tokoh yang paling banyak diberitakan adalah 1) Hakim MK Saldi Isra, 2) Hakim MK Arief Hidayat, 3) Capres 01 Anies Baswedan, 4) Jubir MK Fajar Laksono, dan 5) Capres 03 Ganjar Pranowo. Pemberitaan pada umumnya diangkat oleh media nasional dan didominasi oleh sentimen pemberitaan netral cenderung negatif.

img
Senin, 18 Maret 2024

Prospek Penggunaan Tiktok Sebagai Instrumen Politik Pada Pemilihan Umum 2024

Kategori Politik Media
Author Ali Nur Alizen, Raisuddin, Ratu Dyah Ayu Gendiswardani, Salma Salima H.N., Rafi Alif Muhammad Akbar

Peran media sosial dalam dinamika politik elektoral telah banyak dibahas dalam lanskap akademik. Platform media sosial seperti Twitter dan Facebook telah memengaruhi berbagai pemilihan umum di dunia dalam berbagai bentuk. Pada pertengahan 2010-an, muncul media sosial baru yang pada tahun-tahun berikutnya akan mengalami pertumbuhan pesat, yakni TikTok. Besarnya audiens TikTok membuatnya dikonsiderasikan sebagai instrumen baru kandidat politik untuk bertarung dalam kontestasi politik di media sosial. Studi kasus di Filipina dan Malaysia menunjukkan tren awal penggunaan TikTok sebagai instrumen politik. Selanjutnya, Indonesia akan menghadapi Pemilu pada tahun 2024 mendatang dan TikTok bukan tidak mungkin akan mengikuti jejak Facebook dan Twitter yang sudah terlebih dahulu digunakan politisi untuk menyebarkan narasinya.

Berdasarkan konteks ini, tim penulis melakukan focus group discussion dan wawancara mendalam dengan berbagai pihak yang relevan dalam isu ini. Hasil dari proses tersebut menunjukkan bahwa TikTok memang merupakan instrumen politik elektoral yang ideal untuk meningkatkan kesadaran pemilih terhadap seorang kandidat. Lebih lanjut, tim penulis juga menemukan bahwa TikTok memiliki karakteristik tertentu yang nantinya akan menjadi kesempatan sekaligus tantangan bagi politisi, otoritas, maupun masyarakat dalam dinamika politik elektoral di tahun 2024 mendatang. Monograf ini juga mengajukan beberapa poin saran bagi pihak-pihak yang akan terlibat dalam Pemilu 2024 dalam merespons TikTok.

img
Rabu, 14 Desember 2022

Affective Politics of Digital Media: Propaganda by Other Means

Kategori Politik Media
Author Salma Salima H.N.

Kini, sekat antara dunia nyata dan maya kian kabur. Media online dan media sosial menjadi arena baru pertarungan berbagai macam kepentingan. Di era post-truth, emosi memainkan peran sentral dalam laga tersebut. Megan Boler dan Elizabeth Davis (editor) dalam Affective Politics of Digital Media: Propaganda by Other Means menyajikan potret eksploitasi dan komodifikasi emosi yang marak terjadi dalam ekosistem media digital.

img
Rabu, 14 Desember 2022

Social Media and the Post-Truth World Order: The Global Dynamics of Disinformation

Kategori Politik Media
Author Rafi Alif Muhammad Akbar

Terpilihnya Donald Trump sebagai presiden AS pada 2016, bersamaan juga dengan keputusan Britania Raya keluar dari Uni Eropa (Brexit) memicu diskusi panjang perihal fenomena post-truth. Post-truth sendiri dapat diartikan sebagai situasi di mana realitas tidak lagi objektif. Artinya, orang akan lebih menerima argumen-argumen berdasarkan emosi yang subjektif, alih-alih fakta empirik. Dalam fenomena ini, realitas didisrupsi dengan kehadiran info-info yang kebenarannya diragukan dan membentuk kebingungan publik. Media sosial menjadi poin pembicaraan krusial ketika membicarakan post-truth karena ia memungkinkan berita tersebar dengan cepat dan, melalui algoritmanya, lebih targeted kepada pengguna tertentu. Peran media sosial dalam kondisi post-truth kemudian berhubungan dengan konteks global yakni keresahan terkait tatanan liberal yang dibangun oleh Barat.

img
Senin, 20 Juni 2022

Pola Tagar-tagar Terpopuler di Twitter selama Mei 2022

Kategori Politik Media
Author Muhlis, Katherine Agatha Agape

Twitter menampilkan topik-topik populer (trending topic) berupa kata kunci (keyword) dan tagar (hashtag) dalam satu periode waktu. Studi ini menganalisis tagar-tagar Twitter yang ramai dibicarakan oleh warganet Indonesia dari 1 Mei sampai 31 Mei 2022.

img
Selasa, 05 April 2022

Propaganda dan Rekayasa Media Sosial

Kategori Politik Media
Author Diyauddin

Propaganda media dalam sebuah gelar pasukan tempur merupakan bagian tak terpisahkan dalam kampanye perang. Pada perang dunia ke-2 strategi blitzkrieg Jerman berhasil menaklukkan Prancis dengan memanfaatkan radio dan kendaraan lapis baja. Pada tahun 2014, ISIS menaklukkan kota Mosul dengan menggunakan internet sebagai senjata.