Ibu kota negara dengan konsentrasi centre of gravity adalah target utama serangan musuh, baik dalam perang konvensional maupun hibrida. Namun, strategi pertahanan IKN belum banyak dikaji. Sejatinya pertempuran IKN adalah peperangan kota yang menghadirkan kompleksitas tersendiri bagi pihak penyerang maupun bagi pihak bertahan. Mengingat perubahan karakter ancaman dan perbedaan medan geografi, rencana pemindahan IKN dari Jakarta ke Nusantara meniscayakan strategi dan gelar pertahanan baru. Dalam konteks tersebut, studi ini menganalisis pola-pola terkait geografi militer, karakter ancaman, dan adopsi strategi dalam peperangan yang melibatkan IKN.
Secara umum, kajian ini terdiri atas tiga bagian. Pertama, analisis dua kelompok dataset, yaitu: (i) 152 pertempuran IKN di 67 negara selama periode 1914-2021 yang disusun menurut 11 kategori data; (ii) dataset penetapan IKN darurat di 17 negara. Dataset ini diseleksi dari 654 kasus yang dicatat dari Correlates of War yang kemudian dimutakhirkan. Yang kedua adalah proyeksi delapan skenario strategi pertahanan IKN dengan memperhatikan dua determinan, yakni geografi militer dan tipe perang. Terakhir, saran kebijakan mengenai strategi pertahanan Nusantara dengan memperhatikan perubahan karakter ancaman, celah peraturan perundang-undangan, sejarah, dan gelar militer.
Studi ini mencatat tiga temuan penting. Pertama, pola pertempuran IKN yang dominan dapat diidentifikasi berdasarkan momentum politik global (Perang Dunia), kawasan (Eropa), jenis perang (intranegara), inisiator perang, bentuk ancaman (agresi), pola serangan IKN (matra darat), tujuan serangan (perubahan rezim), strategi pertahanan IKN (fortifikasi), hingga medan geografi (kompleks dengan kedalaman strategis kecil). Kedua, pertahanan IKN yang didukung mobilitas strategis dan persiapan IKN darurat memiliki persentase keberhasilan yang cukup tinggi. Ketiga, skenario pertahanan IKN Nusantara yang disusun dengan mempertimbangkan medan geografi kompleks dan ancaman antarnegara -termasuk limpahan perang hegemonik, memunculkan kebutuhan perubahan paradigma dari pertahanan mendalam ke arah strategi antiakses/penangkalan.